Chapter
2 – Baekhyun Drawing Book
Author: Muftonatul Aulia & Hanifah Harahap
Genre: Romantic, Friendzone, Memories, Angst, Drama
Length: Multichapter
Rating: General
Cast:
1. Park Chanyeol (21 th)
2. Byun
Baekhan(OC) (21 th)
3. Byun
Baekhyun (20 th)
4. Oh Sehun
(21 th)
5. Luhan (21
th)
6. Park
Seulwoo (19 th)
7. Do
Kyungsoo (20 th)
8. Zhang
Yixing (21 th)
9. Kim
Junmyeon (21 th)
10. Kim
Jongin (21 th)
Credit Poster: Gyuskaups@ Indo Fanfictions Arts
PLEASE, NO PLAGIAT! THIS STORY IS REAL FROM OUR MIND.
Park
Chanyeol baru saja selesai mengganti kaus basketnya dengan sebuah kaos
berlengan pendek. Ia berjalan menuju mobilnya sambil merenggangkan otot-ototnya
yang kaku setelah melaksanakan beberapa kegiatan hari ini.
Tapi meskipun demikian ia tetap saja senang karena bisa
mengalahkan team Sehun di pertandingan kali ini. Rasanya seperti terbang ke
langit ketujuh. Inilah Chanyeol, mahasiswa jurusan seni yang disegani dan
dikagumi oleh penduduk Seoul University.
Well, selain fakta bahwa dia tampan dan keren, dia juga memiliki banyak
bakat dalam urusan musik.
Di area parkiran kampus hanya tersisa empat buah mobil lagi.
Ketika ia akan membuka pintu mobilnya yang berwarna hitam, ia melihat Sehun dan
Baekhan di depan sebuah mobil sport yang
terparkir di ujung. Sehun dengan senyum ramahnya membukakan pintu mobil untuk
Baekhan yang memegangi outer-nya.
Chanyeol bisa melihat tatapan yang sangat lembut dan tulus dari seorang Sehun.
Tatapan yang sudah lama tak ia lihat dari namja
bersuara emas itu. Tatapan mata yang terkesan genius.
Chanyeol benar-benar iri dengan segala ke-geniusan seorang Oh Sehun. Ini sangat menyebalkan―melihat rivalnya adalah seorang yang sangat genius dan terkenal di kampus ini. Tak berapa lama kemudian, Sehun
memacu mobilnya meninggalkan gedung kampus.
Chanyeol masuk ke dalam mobil dan duduk dengan tegap, seperti
seorang pembalap yang akan mengejar lawannya. Ia buru-buru mengenakan sabuk
pengamannya. Raut wajahnya yang biasanya tenang seperti air yang mengalir
dengan lembut, berubah menjadi seperti ombak yang terus menghempas ujung pasir
di pantai. Ia tak suka jika Sehun bersama dengan Baekhan.
Dengan satu gerakan cepat, Chanyeol memacu mobilnya. Meninggalkan
asap yang berwarna keabuan.
~OoOo~
Baekhan
membuka pintu kamarnya yang berwarna putih dengan tangan kanannya. Ia menyeret outer dan tasnya dengan malas-malasan.
Baekhyun yang sedang tiduran sambil memainkan handphone-nya sedikit terenyak mendapati nuna-nya yang baru saja pulang setelah sekian lama ia berada
sendirian di kamar yang cukup luas ini. Baekhan menutup pintu kamar dan
meletakkan outer dan tasnya di atas
meja belajar Baekhyun yang tak terlalu jauh dari pintu kamar.
“Ya, kenapa kau tidur di sini?―tempat
tidurmu ‘kan di atas!” kata Baekhan sambil memegangi leher belakangnya yang
terasa kaku sekali.
Well, Baekhan dan Baekhyun memang tidur di satu kamar. Baekhan
sebenarnya sangat malas jika harus tidur dengan Baekhyun. Tapi mau
bagaimanalagi, Baekhyun selalu merengek meminta tidur dengannya karena ia tak
berani jika tidur sendirian. Padahal, kamar mereka berdua bersebelahan di
lantai dua. Karena Baekhyun tidak mungkin tidur dengan orangtuanya, jadilah dia
yang tidur dengan Baekhyun. Lagipula kamar Baekhyun sudah diubah jadi ruang
musik sejak mereka SMP.
Awalnya mereka tidur satu kasur.
Tapi lama kelamaan Baekhan yang mulai merasa risih dengan segala boneka-boneka
Baekhyun yang diletak di kasur, meminta dibelikan kasur dua tingkat yang lebar
untuk mereka berdua. Baekhyun tidur di kasur paling atas karena Baekhan tidak
mau repot naik ke atas jika akan tidur. Orangtua mereka juga memperluas kamar
mereka karena keduanya sering bertengkar masalah bagian mereka masing-masing.
Di dalam kamar mereka yang berwarna pastel ini, ada dua buah meja
belajar, dua buah komputer, dua buah printer,
dua buah lemari pakaian, dua buah rak buku tinggi, dua buah meja rias, dua buah
kursi yang berbentuk setengah bola untuk mereka bersantai, dua buah buffet, dan beberapa barang-barang
lainnya.
Di dalam kamar ini juga ada sebuah kamar mandi yang tidak terlalu
besar dengan dua buah rak peralatan mandi.
Baekhan sangat tidak mau jika barang-barang miliknya tercampur dengan
barang-barang Baekhyun. Bahkan rasanya ia tak mau membiarkan kasurnya yang
bersih itu terkotori oleh Baekhyun.
“Sebentar saja. Aku capek,” kata
Baekhyun malas-malasan. Jarinya yang lentik masih memegangi handphone-nya.
Baekhan yang kesal lalu
menghempaskan badannya di atas kasur. Gadis itu menggeser badan Baekhyun ke
ujung kasur yang kebetulan berhimpitan dengan tembok kamar.
“Baekhan!” kata Baekhyun keras.
“Ini kasurku, ‘kan? Jadi suka-suka aku,” jawab Baekhan masam sambil
terus mendorong Baekhyun ke ujung kasur.
Hati Baekhan sekarang benar-benar senang melihat Baekhyun begitu
sengsaranya. Baekhyun melawan dengan memukul-mukul bahu gadis itu. Baekhan
memejamkan matanya dengan senyum yang terukir di wajahnya ketika ia berhasil
membuat Baekhyun terjepit di ujung kasurnya.
Baekhyun yang kesal pun
menendang tubuh nuna-nya dengan kasar
meskipun ia tahu kalau ia akan mendapatkan dosa
karena sudah menendang nuna-nya itu
kelak.
“Wuuuaaaaaaa!!!” Gadis itu
terjatuh dari tempat tidurnya dengan wajah mendarat terlebih dahulu.
Baekhyun tertawa sejadi-jadinya ketika Baekhan merintih kesakitan.
“Dasar lemah. Baru ditendang sekali saja sudah jatuh. Kau tak
punya tulang, ya?” kata Baekhyun sambil tetap tertawa keras hingga matanya
sedikit berair.
“Baekhyuunn!!!” kata Baekhan geram.
Gadis itu meraih bantal sofa yang tergeletak di dekat buffet milik Baekhyun dan melemparkannya
pada Baekhyun yang tengah terkekeh sendiri. Jadilah mereka berdua perang bantal
di dalam kamar itu. Sesekali, Baekhan mencubit lengan Baekhyun dengan sekuat
tenaganya hingga lengannya menjadi kemerahan. Baekhyun tak berhenti menendangi nuna-nya itu dengan kaki kanannya.
Suara engsel pintu membuat mereka berdua terdiam dan melihat ke
arah pintu kamar mereka. Ketika sesosok lelaki muncul di baliknya, Baekhan
merasakan mukanya menjadi merah. Park Chanyeol datang dengan gaya yang casual.
Chanyeol terkejut ketika mendapati kedua kakak-adik itu sedang
perang bantal di dalam kamar mereka yang beraroma sejuk. Sesaat semuanya hening
seperti salah satu bagian menegangkan dalam film horror.
Baekhyun melirik ke arah Baekhan yang berada di ujung kasur.
Dengan kakinya, Baekhyun menendang gadis itu hingga ia jatuh untuk yang kedua
kalinya. Chanyeol yang berdiri di depan pintu kamar itu langsung menghampiri
Baekhan yang jatuh dengan posisi tengkurap seperti anak bayi di lantai kamar.
Rambut gadis itu sudah acak-acakan, begitupun dengan Baekhyun.
“Kau baik-baik saja?” tanya Chanyeol sambil membantu Baekhan
berdiri.
“Ne,” Baekhan memegangi
lengan kanannya. Ia benar-benar malu dengan Chanyeol saat ini. Entah Chanyeol
bisa melihat wajahnya yang bersemu merah atau tidak.
Park Chanyeol menoleh ke arah Baekhyun.
“Ya, Baekhyun! Kau tega
berbuat seperti itu pada nuna-mu?” tanya
Chanyeol pada Baekhyun. Yang ditanya tidak menjawab dan malah sibuk memainkan handphone-nya. Chanyeol melempar
Baekhyun dengan bantal sofa yang kebetulan ada di sebelah kaki kirinya.
“Aish, hyung! Lihat, aku
kalah ‘kan!” kata Baekhyun dengan kesal. Ia memencet-mencet layar handphone-nya dengan kasar.
“Bukankah kasurmu di atas?”
tanya Chanyeol pada Baekhyun.
“Ne,” jawab Baekhyun
malas-malasan. Ia bangkit dari posisi tidurnya dan melirik ke arah nuna-nya yang duduk di kursi meja rias-nya yang agak berantakan. Beda
sekali dengan meja rias Baekhan yang tertata rapi.
“Kenapa hyung bisa ada di sini?” tanya Baekhyun dengan pandangan mata yang
sayu. Benar-benar seperti seorang yeoja.
“Tadi Nyonya Byun menyuruhku
masuk saja ke kamar kalian. Entah kenapa tapi aku ingin sekali berkunjung ke
rumah ini,” Chanyeol duduk di pinggir kasur Baekhan. Ia memandang
sekelilingnya.
“Kalau aku jadi Baekhan, aku tak
tahan jika harus tidur sekamar dengan Baekhyun...” ujar Chanyeol sambil tertawa
kecil menyaksikan semua barang-barang di dalam kamar ini ada dua, kecuali TV,
sofa dan AC.
“Baekhan tak apa. Buktinya ia
masih hidup sampai sekarang,” kata Baekhyun sambil menunjuk gadis itu dengan
ujung dagunya.
“Mwo?!” Baekhan menunjukkan muka kasarnya pada Baekhyun yang hanya
menatapnya dengan ekspresi datar.
Chanyeol tersenyum kecil. “Oh
ya, Baekhan. Kau ikut klub vokal, ‘kan? Aku ingin berlatih bersama Baekhyun
untuk persiapan festival awal musim gugur. Aku akan memainkan piano dan kau
yang bernyanyi, bagaimana?” tawar Chanyeol pada Baekhan.
“Ne,” jawab Baekhan
menganggukkan kepalanya.
“Ja..” Chanyeol berdiri
dan memasukkan kedua telapak tangannya ke kantong celana.
“Mian. Bolehkan aku
mandi terlebih dahulu? Aku baru saja pulang tadi,” tanya Baekhan dengan
polosnya.
Chanyeol terkekeh pelan. “Baiklah. Aku dan Baekhyun akan menunggu
di ruang musik,” jawab Chanyeol.
Chanyeol memberi isyarat pada Baekhyun untuk segera keluar dari
kamar. Baekhyun yang menangkap sinyal itu beranjak dari tempat tidur dan
mengikuti Chanyeol dari belakang. Ia sedikit merapikan rambutnya yang berwarna
kemerahan.
“Mandi sampai harum ya, nuna”
kata Baekhyun dengan lembut sebelum
ia menutup pintu kamar. Baekhyun mengedipkan satu matanya pada Baekhan yang
belum beranjak dari kursinya.
Baekhan menatap adiknya itu dengan tatapan heran. Ada apa dengan
Baekhyun itu? Apa tadi dia terlalu keras memukul kepala adiknya? Oh, Tuhan maafkan Baekhan―jangan tambah dosa Baekhan.
Setelah kedua namja itu
keluar, Baekhan melompat kegirangan karena ajakan Chanyeol. Ini pertama kalinya
ia bertemu dengan Chanyeol di dalam rumahnya sendiri. Baekhan berlari mengambil
handuk warna merah muda yang masih licin lalu bergegas ke kamar mandi dengan
wajah yang gembira.
Setelah selesai mandi dan berganti pakaian, Baekhan duduk di
pinggir kasurnya yang sedikit berantakan setelah perang bantal dengan Baekhyun
tadi. Ia merapikan kasurnya dan menaruh bantal yang jadi senjata mereka
berperang ke tempatnya semula.
Baekhan berjalan menuju meja belajar Baekhyun dan mengambil handphone-nya di dalam tas. Meja
Baekhyun sedikit berantakan dengan buku-buku kuliah yang Baekhyun tumpuk
asal-asalan. Baekhan sedikit terkejut mendapati di sudut meja Baekhyun ada tiga
buah foto mereka yang di beri bingkai warna emas.
Ada foto saat mereka masih kecil, saat mereka liburan ke Jepang
dan foto terbaru mereka tiga bulan lalu di Busan. Ia melirik ke arah meja
belajarnya dan baru sadar bahwa jarak antara meja belajar Baekhyun dan dirinya
sangat jauh. Pantaslah ia tak sadar bahwa Baekhyun telah mencuci foto mereka
dan meletakkannya di atas meja belajarnya.
Baekhan
tersenyum geli mendapati perubahan wajah Baekhyun―yang
menurutnya sekarang semakin mirip dengannya.
“Oh, Baekhyun. Kau itu yeoja
atau namja?’” kata Baekhan seraya
mengelus foto Baekhyun yang tersenyum manis seraya memeluknya.
Ia menaruh handphone-nya
di dekat bingkai foto lalu menumpuk buku-buku Baekhyun dengan rapi. Di bawah
tumpukan buku-buku kuliah itu, Baekhan menemukan sebuah buku gambar berwarna
hitam dan putih―warna
favorit Baekhyun karena arti namanya sendiri adalah hitam putih.
Baekhan ingat kalau Baekhyun sangat pintar menggambar bahkan sejak
mereka kecil. Adiknya itu suka sekali menggambar apapun yang ia temukan di
sekelilingnya. Baekhyun suka sekali menggambar pepohonan, lembah-lembah, isi
kamar mereka, pantai, dan masih banyak lagi.
Saat SMA, Baekhan melihat kemampuan Baekhyun dalam bidang seni
semakin besar. Apalagi, saat ia masuk klub musik dan berteman baik dengan
Chanyeol yang terkenal pandai memainkan beberapa alat musik.
Baekhyun juga sering melakukan re-design
kamar mereka. Kamar mereka sudah berganti suasana beberapa kali dalam waktu
2 tahun ini. Pernah sekali Baekhyun mengusung suasana elegan seperti kamar
kerajaan, lalu pernah juga kamar yang penuh dengan aksesoris yang lucu, mozaik, dan sekarang Baekhyun membuat
suasana kamar menjadi sangat lembut dengan warna-warna pastel. Harus Baekhan
akui, ia menyukai segala design kamar
yang Baekhyun buat selama beberapa tahun ini sehingga ia tak perlu merasa bosan
sendiri dengan suasana kamarnya. Pantaslah Baekhyun mengambil jurusan seni―sama seperti Chanyeol.
Gadis itu duduk di kursi dan membuka buku gambar milik Baekhyun
dengan pelan. Di lembar pertama, ada sketsa setengah badan Baekhyun yang sedang
tersenyum dengan manisnya di sebuah pantai. Ia ingat, pantai itu adalah salah
satu pantai di Jepang yang mereka kunjungi beberapa bulan lalu. Baekhan
tersenyum geli. Ia baru menyadari bahwa adiknya sangat narsis sampai-sampai menggambar dirinya sendiri.
Baekhan kembali membuka lembar kedua. Ia benar-benar terkejut
karena ada sketsa dirinya yang sedang duduk di bebatuan pantai sambil menatap
birunya laut. Baekhyun menggambarnya dari samping. Sejak kapan adiknya itu mau
menggambar dirinya? Baekhan tersenyum kecil. Di bagian atas kanan kertas itu,
ada keterangan yang ditulis Baekhyun dengan rapi.
“Dia menyebalkan. Tapi, dia sangat cantik dan dewasa. Aku sangat
menyayangi Baekhan-nuna. Jika dia
bukan nuna-ku, aku mungkin sudah
jatuh cinta padanya♡”
Baekhan membekap mulutnya.
Mwo? Kata-kata
ini ditulis oleh seorang Byun Baekhyun yang aneh itu? Yang setiap detik selalu
membuat hidupnya kacau itu? Baekhan tersenyum lebar dan mengelus sketsa dirinya
itu dengan ujung jarinya. Benar-benar halus. Baekhyun pasti membuatnya dengan
sepenuh hati. Baekhan sedikit merasakan sejuk dalam dirinya.
Dia lalu membuka lembaran selanjutnya. Hanya kertas putih. Baekhan
menaikan satu alisnya. Kenapa kosong? Apa
Baekhyun baru menggambar dua buah sketsa? Tidak mungkin, akhir-akhir ini dia
sering duduk menyendiri di meja belajarnya!
Baekhan membuka lembaran selanjutnya.
Oh!
Ada sketsa wajah seorang gadis cantik berambut ikal sepunggung
dengan latar sinar matahari yang cerah.
Mata gadis itu bulat dan berbinar. Senyumnya tipis dan menawan.
Baekhan menerka-nerka siapa gadis yang ada dalam sketsa itu. Itu
jelas bukan dirinya maupun mom. Ia
yakin itu juga bukan salah satu gadis gosip yang sering bersama dengan
Baekhyun. Rasanya ia pernah melihat wajah cantik yang ada di sketsa itu. Tapi
siapa? Baekhan kembali melihat sketsa di depannya itu dengan teliti. Wajah
gadis itu mirip seseorang...
Handphone Baekhan bergetar. Dia meraih handphone-nya yang berwarna gold
itu dan membukanya. Oh, ada pesan masuk. Baekhan buru-buru membacanya. Dari
Oh Sehun.
“Baekhan, besok sepulang kuliah aku akan menepati janjiku untuk
mengajakmu bertemu dengan band Yixing dan Junmyeon. Kamu bisa, ‘kan?”
Baekhan tersenyum lebar. Ia
menutup buku gambar adiknya itu dan meletakkannya di tengah meja belajar
Baekhyun. Gadis dengan tinggi 166 cm itu berdiri dan berjalan menuju kasurnya
seraya mengetik untuk membalas pesan dari Sehun.
“Iya, aku bisa. Bilang ke Yixing kalau aku merindukannya. Setelah lulus
SMA, dia tak pernah lagi menghubungiku. Hahahahaha”
Gadis itu menghempaskan badannya
yang mungil ke kasur dan terus menatap layar ponselnya yang bening. Ia kembali
mengingat masa SMA-nya dengan teman-temannya yang kini entah ke mana. Baekhan
ingat betul dulu ketika masih SMA, ia berteman baik dengan Sehun dan
teman-temannya.
Sehun punya banyak teman lelaki yang tampan dan tentu disukai
banyak gadis. Kadang, Sehun mengajaknya untuk berkumpul bersama teman-temannya
itu dan hang out bersama-sama.
Baekhan punya banyak kontak mereka, tapi setelah lulus SMA mereka tidak pernah
lagi saling menghubungi.
Ia membuka galeri handphone-nya dan melihat semua fotonya
bersama Sehun yang ia simpan di sebuah folder khusus.
“Sehun, bagaimana bisa kau jatuh
cinta pada sahabatmu sendiri? Ini benar-benar mengerikan, karena aku terlanjur
menyukai Park Chanyeol. Well, setelah
sekian lama kita bersahabat, ada kemungkinan aku menyukaimu juga,”
Baekhan meraih remote AC dan mengatur suhunya menjadi
lebih dingin lagi. Musim panas akan segera tiba dan ia rasa, ia mulai
membencinya. Gadis itu memiringkan badannya ke arah kanan dan memejamkan mata
sambil tetap menggenggam handphone-nya.
Oh Sehun
duduk di sofa empuk di kamarnya yang berwarna putih. Ia membaca balasan dari
Baekhan dan tersenyum kecil. Tentulah gadis itu merindukan Yixing karena Yixing
adalah pendengar yang baik bagi Baekhan. Gadis berambut coklat itu sering
sekali menceritakan semua kekesalannya pada Baekhyun dengan Yixing. Mereka juga
berteman baik dan sering berkomunikasi.
Kemarin ketika Sehun pergi ke
toko buku, ia tak sengaja bertemu dengan Yixing. Sepulang dari toko buku,
Yixing mengajak Sehun untuk mampir ke apartement-nya
yang tak jauh dari sana. Di sana, Yixing memperkenalkan Sehun dengan
teman-teman band-nya dan menceritakan
semua hal pada Sehun.
Saat berbicara tentang klub vokal, Sehun teringat dengan Baekhan.
Yixing juga berkata kalau ia benar-benar merindukan gadis yang periang itu. Dia
kehilangan handphone-nya saat ia
liburan ke USA dan tentu ia kehilangan semua kontak teman masa SMA-nya.
Sehun kembali memutar otaknya
untuk mengingat kejadian masa SMA-nya. Saat istirahat tiba, ia sering mengajak
Baekhan ke ruang klub vokal dan membelikan gadis itu banyak makanan. Gadis itu
tentu sangat senang ketika Sehun datang membawa banyak makanan lezat dan
minuman segar untuknya. Lalu gadis itu akan memuji dirinya dengan sejuta
kata-kata manis saat ia sudah merasa puas dengan semua makanannya.
Ia juga sering mengajak Baekhan main ke rumahnya bersama
teman-temannya yang lain dan mentraktir mereka untuk makan siang bersama-sama.
Sehun melihat layar handphone-nya.
Di sana, ada foto Baekhan yang ia ambil secara diam-diam. Saat
itu, Baekhan sedang menyanyikan salah satu lagu jazz di ruang klub vokal ketika Sehun menjepretnya. Ia sengaja
menjadikannya sebagai wallpaper handphone-nya
meskipun gadis itu bukan kekasihnya. Lebih dari itu, gadis bernama Byun Baekhan
itu cinta pertamanya.
Sehun tahu semuanya tentang Baekhan. Mulai dari warna kesukaannya,
hal-hal yang ia benci, lagu kesukaannya, pelajaran kesukaannya, minuman
kesukaannya, hingga guru yang paling ia benci.
Entah kenapa, tiba-tiba ia merindukan masa-masa SMA-nya. Masa-masa
di mana ia benar-benar dekat dengan Baekhan. Ia juga benar-benar merindukan
semua hal bersama klub basketnya saat SMA dulu.
Sehun menghela napas. Ia menekan nomor Yixing dan menelponnya.
“Yixing, besok aku dan Baekhan akan datang ke Mozaik Caffe setelah jam kuliah selesai. Baekhan bilang dia sangat
merindukanmu,” Sehun tersenyum tipis.
Di belahan kota Seoul yang lain, Yixing yang menerima telepon dari
Sehun tengah duduk di halaman belakangnya. Yixing tersenyum mendengar perkataan
Sehun yang bilang kalau Baekhan merindukannya.
“Jinjja? Kuharap kau
tidak cemburu padaku, Sehun” ucap Yixing sambil terkekeh kecil.
“Aku tahu,” jawab Sehun singkat. Yixing benar-benar tak berubah.
“Bagaimana dengan... Park Chanyeol?” tanya Yixing seraya menatap
langit yang menurutnya sangat indah dengan goresan awan putih yang tampak
seperti bergerak.
“Masih sama seperti dulu,” Sehun menghela napas panjang. “Bahkan
lebih parah. Dia benar-benar menyebalkan dan selalu mengurusi apa yang menjadi
urusanku. Apa mungkin dia perlu sedikit pelajaran agar tak menganggu
kehidupanku lagi?”
“Ya, apa kau gila? Kau
ingin seperti dulu lagi?” suara Yixing agak memberat setelah mendengar jawab
Sehun.
Sehun memegangi bahu kanannya.
“Ani,” jawab Sehun
pelan. “Tapi aku tak akan diam kalau dia mulai mendekati Baekhan. Kau tahu
sendiri kan Chanyeol itu lelaki seperti apa? Kita dulu berteman baik selama
empat tahun dengannya dan ku rasa kau juga tahu segalanya tentang Chanyeol.”
Yixing menelan ludah untuk menghilangkan kegusarannya. Ya, dia
mengerti bagaimana keadaan Sehun saat ini. “Baiklah. Besok kami akan menunggu
kalian berdua di Mozaik Caffe,” kata
Yixing mengakhiri percakapan mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar